Romantisme Cilendek dan Gardu Listrik Tua di Kota Bogor


Ahad, 17 Juni 2024, saya kembali mengikuti jalan pagi sejarah bersama sahabat saya, kang Pinot, yang oleh peserta Japas dikenal dengan sebutan Om Pinot. Meskipun hari itu adalah momen menjelang perayaan Hari Raya Idul Adha, kegiatan bersama Om Pinot tetap memberikan kebahagiaan tersendiri. Kami mengunjungi berbagai tempat bersejarah yang menyimpan sejuta kisah menarik tentang pertumbuhan dan perkembangan Kota Bogor. Kota tercinta ini, yang dulu dikenal dengan sebutan Buitenzorg oleh para penjajah Belanda yang terpesona akan keindahannya, terus memikat hati.Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Rumah Sakit Marzoeki Mahdi di Jalan Sumeru. 

Rumah sakit Marzoeki Mahdi merupakan salah satu yang tertua di Bogor, bahkan mungkin di Indonesia, terutama dalam perawatan orang dengan gangguan jiwa. Didirikan pada 1 Juli 1882 dengan nama Hetkrankzinnigengestich, bangunan ini menyimpan sejarah panjang. Meskipun modernisasi telah mengubah wajah depannya, sebagian bangunan tua dengan jendela dan pintu kolonial serta atap tinggi masih dapat kita saksikan. Keberadaan lonceng tua sebagai penanda aktivitas rumah sakit di zamannya menambah kesan historis.



Om Pinot memberikan pengalaman istimewa dengan membiarkan kami mendengar lonceng yang berdentang delapan kali tepat pada pukul 8.00 pagi. Suara lonceng yang menggema membawa kami seolah kembali ke masa lalu, ketika rumah sakit ini dikenal sebagai Rumah Sakit Cilendek. "Nama ini dulunya membuat warga enggan berobat karena stigma yang melekat".

Kami berfoto di depan lonceng tua itu, berusaha merangkul dan bernostalgia dengan masa silam. Terima kasih kepada Om Pinot, yang telah memberi kami pengalaman unik ini. Suara lonceng bukan hanya penanda aktivitas rumah sakit, tetapi juga ajakan untuk mengenang kejayaan masa lalu.

Lokasi rumah sakit ini, yang dahulu berada di Cilendekweg, kini berubah namanya menjadi Jalan Dr. Sumeru. Kawasan ini juga dikenal dengan nama Kampung Tjikeumeuh, yang sekarang dinamakan Jalan Merdeka. Bangunan lama dan pohon kenari tua yang masih berdiri kokoh menambah suasana nostalgia. Gardu listrik peninggalan Belanda juga masih berdiri di pinggir jalan, menjadi saksi pertama kali aliran listrik menerangi Bogor di tahun 1920-an. Dahulu, listrik disebut "setrum" dan lampu disebut "bohlam", istilah yang kini jarang digunakan.

Nama Tjikeumeuh juga mengingatkan pada masa lalu ketika orang sering membuat lelucon tentang orang dengan gangguan jiwa. Misalnya, "sugan sia kaluar ti ceukeumeuh teu make surat," yang berarti orang gila yang kabur tanpa izin. Orang dengan gangguan jiwa di masa lalu sering digambarkan mengenakan baju garis-garis putih dan hitam atau biru, khas dengan selimut rumah sakit zaman dahulu.

Dengan perjalanan ini, saya merasa semakin dekat dengan sejarah kota Bogor. Setiap langkah di jalan pagi sejarah ini membuka lembaran baru tentang romantisme masa lalu yang penuh keindahan dan keanggunan. Terima kasih, Om Pinot, telah membawa kami dalam perjalanan mengenang sejarah yang berharga ini.

Abdullah Abubakar Batarfie



Posting Komentar untuk "Romantisme Cilendek dan Gardu Listrik Tua di Kota Bogor"