Masjid Agung Ath-Thohiriyah: Menyusuri Jejak Sejarah di Kota Hujan

Jelajah ngubek Empang dalam kegiatan JAPAS Empang 1, Sabtu 13 Juli 2024, membawa kami menelusuri jejak sejarah Masjid Agung Empang Ath-Thohiriyah. Jalan pagi sejarah bersama Om Pinot, dipandu oleh Kang Dolah Batarfie, menggiring kami melewati lorong waktu yang mempertemukan masa lalu dengan masa kini di bawah naungan megah masjid ini.

Di antara hiruk-pikuk Kota Bogor, tersembunyi sebuah permata sejarah yang memancarkan aura ketenangan dan keagungan. Masjid Agung Ath-Thohiriyah, atau yang lebih akrab dikenal sebagai Masjid Agung Empang, berdiri megah di tengah alun-alun yang sekarang bernama Jalan R.A. Wiranata. Masjid ini bukan hanya tempat beribadah, tetapi juga saksi bisu perjalanan panjang sejarah kota Bogor.

Pada tahun 1815, sebuah masjid kecil dengan nama Tajug mulai berdiri di Kampung Empang. Masjid yang dibangun dari kayu dengan bentuk panggung sederhana ini, didirikan pada masa pemerintahan Bupati Bogor sebagai pusat pemerintahan baru. Dalam buku "Sejarah Bogor" karya almarhum Saleh Danasamita, dijelaskan bahwa sejak tahun 1754, Kampung Empang menjadi pusat pemerintahan dan kegiatan masyarakat, termasuk pemukiman, perekonomian, dan keagamaan.

Penamaan Ath-Thohiriyah mulai disematkan sejak terbentuknya yayasan masjid tersebut. Tiga tokoh penting yang berperan dalam pendirian dan pengembangan Masjid Agung Ath-Thohiriyah adalah Raden Haji Muhammad Thohir atau Auliya Thohir Albughuri, yang dikenal sebagai Penghulu Kampung Baru; Raden Haji Adipati Wiranata atau Dalem Sepuh; dan Raden Haji Adipati Suriawiranata atau Dalem Solawat. Mereka bertiga adalah pilar yang mengokohkan fondasi masjid ini, menjadikannya pusat kegiatan keagamaan di Bogor.

Seiring berjalannya waktu, masjid kecil ini mengalami berbagai perubahan. Pada periode pemerintahan Dalem Sholawat (1849-1864), masjid diperluas ke arah timur dengan memadukan unsur batu, tembok, dan kayu, sementara bagian utama yang berbentuk panggung tetap dipertahankan dengan kubah berbentuk joglo. Landscape sebagai pusat pemerintahan sebagaimana umumnya kota-kota di Jawa, dilengkapi dengan keberadaan Alun-Alun Empang, Pohon Beringin atau Pohon Bicara, kediaman dan pendopo Bupati, Kantor HoofdPenghoeloe, dan kauman, menambah keanggunan masjid ini sebagai pusat aktivitas masyarakat.

Namun, pada tahun 1920-an, sebuah kebakaran melanda Kampung Kaum yang terletak di belakang masjid, menyebabkan kerusakan parah pada beberapa bagian bangunan. Peristiwa ini memicu rencana perluasan dan pembangunan kembali masjid yang dipimpin oleh beberapa tokoh masyarakat, termasuk Syaikh Achmad bin Said Bajened Al-Wahdi dan Syaikh Salim bin Awab Balweel. Perluasan masjid dilakukan dengan pembebasan lahan di sekitar masjid, termasuk tanah wakaf dari Sayyid Alwi bin Ismail Al-Idrus, Syaikh Said bin Abubakar Abbad, dan Sayyid Abdullah bin Hussein Assegaff. Pada tahun 1922, perluasan dan pembangunan masjid selesai, menjadikannya masjid terbesar dan terluas di Kota Bogor.

Masjid Agung Ath-Thohiriyah telah menjadi saksi bisu banyak peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Masjid ini pernah digunakan untuk sholat Jumat oleh tokoh-tokoh besar seperti Bung Karno, Bung Hatta, M. Natsir, H. Adam Malik, dan Gamal Abdul Nasser. Ulama besar seperti Syaikh Ali Athoyib, KH Abdullah Syafii, dan KH Abdullah bin Nuh juga pernah menjadi khatib di masjid ini.

Masjid ini juga menjadi pusat kegiatan keagamaan, termasuk penentuan hari raya Idul Fitri dan asal muasal tradisi takbir keliling. Sebelum Masjid Raya Bogor di Baranang Siang Pajajaran dibangun, khutbah dan sholat Jumat di Masjid Agung Empang disiarkan langsung oleh RRI Bogor.

Meskipun telah mengalami berbagai renovasi, beberapa bagian asli masjid masih dipertahankan. Empat tiang utama yang dibangun pada tahun 1815 masih berdiri kokoh, hanya dibungkus tembok. Mimbar asli masjid yang berupa anak tangga juga tetap dipertahankan, menjadi ciri khas masjid ini. Bahkan, jam Jungans tahun 1933, hibah dari Dr. Marzuki Mahdi, masih menghiasi masjid ini.

Pada era 1970-an, pemuda Arab Empang mendirikan saluran radio Bilal yang mengudara terbatas di kota Bogor. Salah satu penyiar terkenalnya adalah Abdul Azis Harran, yang dikenal dengan nama udara Azhar, diiringi musik pembuka dari suara emas Fairuz, penyanyi ternama asal Lebanon. Bekas kantor penghulu Bogor yang pernah difungsikan sebagai Taman Kanak-Kanak Perwanida kini menjadi kantor sekretariat DKM Ath-Thohiriyah, menyimpan jejak-jejak sejarah yang tak terlupakan.

Masjid Agung Ath-Thohiriyah bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga cerminan perjalanan sejarah dan budaya Bogor. Dengan arsitektur yang menggabungkan tradisi dan modernitas, masjid ini terus menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial, menjaga warisan leluhur yang berharga bagi generasi mendatang. Sebuah simbol kebesaran dan kebersamaan, Masjid Agung Ath-Thohiriyah akan terus menjadi saksi bisu perjalanan waktu dan perubahan zaman.

Bogor, 13 Juli 2024

Abdullah Abubakar Batarfie


Galeri Japas Empang 1, 13 Juli 2024

















Posting Komentar untuk "Masjid Agung Ath-Thohiriyah: Menyusuri Jejak Sejarah di Kota Hujan"