Kantor Pos & Tiang Telephone di Passerstraat
Depok, dahulu hanyalah sebuah dusun kecil yang terpencil, dengan sebagian wilayahnya masih berupa hutan belantara. Bahkan, menurut Ibu Ratu Farah Diba, Jalan Raya Kartini yang kini menjadi pusat keramaian dan padat lalu lintas, pada tahun 1970-an masih terlihat sepi dan lengang, sebagaimana yang tergambar dalam foto lama yang ia tunjukkan.
Pagi itu, sabtu 22 Febuari 2025, Jalan Pagi Sejarah (japas) yang dipimpin oleh Bapak Johhnya Pinot, memulai perjalanan dari titik kumpul di Stasiun Depok Lama. Perjalanan dimulai dengan menuruni dan menaiki anak tangga dan berjalan di lorong perlintasan di bawah jalur kereta api, yang ditempuh sebanyak dua kali, lalu memasuki dan mengeksplorasi gardu induk listrik tua milik "Djawatan Kereta Api." Setelah itu, kami menyusuri Jalan Stasiun, yang di tengahnya terdapat saluran air dari Westerselokan yang di zaman kolonial Belanda disebut dengan Oostertak Tjipakantjilan. Serta melewati Gereja Pasundan, yang dahulunya adalah gedung seminari pertama di Indonesia.
Beruntungnya, dalam menjelajahi kawasan Depok Lama, kami ditemani oleh Mas Wisnu, seorang konten kreator dan pegiat susur sungai. Kehadirannya sebagai peserta memberikan wawasan berharga, terutama saat ia membagikan ilmu tentang Oostertak Tjipakantjilan yang mencerahkan perjalanan kami. Menurutnya westerslokkan bercabang jadi Oostertak, Middentak dan westertak.
Setelah melewati Jalan Stasiun, rombongan JAPAS yang tetap bersemangat melangkah tiba di Jalan Kartini, yang pada masa kolonial Belanda dikenal dengan nama Passerstraat. Dan masyarakat setempat akrab menyebutnya jalan pasar lama.
Pada masa penjajahan Hindia Belanda, disepanjang jalan passerstraat sudah sejak lama dikenal sebagai pusat roda perekonomian masyarakat dan juga banyak berdiri rumah-rumah yang dihuni oleh warga Eropa. Di lokasi yang kini berdiri sebuah pom bensin, Ibu Ratu Farah Diba menunjukkan kepada rombongan foto lama yang menggambarkan sebuah rumah bergaya Indies yang pernah berdiri megah di sana.
Dua jejak masa lalu yang masih tersisa di passerstraat adalah kantor pos pertama di Depok dan tiang telepon peninggalan Belanda yang telah berdiri sejak awal 1900-an. Menurut Ibu Ratu Farah Diba, pada masa itu, dari tiang tersebut kabel-kabel telepon menghubungkan rumah-rumah warga yang telah memiliki layanan telekomunikasi.
Meski jalur itu hanya sebagian kecil yang ditapaki japas dari perjalanan panjang sejarah kota Depok, Ibu Ratu Farah Diba (ketua Depok Heritage), dengan antusias menceritakan kisah masa lalu di sepanjang jalur tersebut, yang tujuan utama perjalanannya adalah Kerkweg, yang kini dikenal sebagai Jalan Pemuda.
Di sepanjang Jalan Pemuda, kami mengunjungi replika tugu peringatan untuk Cornelis Chastelein yang berada di halaman bekas rumah sakit. Tidak jauh dari sana, terdapat bekas kediaman "Presiden" terakhir Depok, JM Jonathans, sebuah bangunan bersejarah yang menyimpan banyak kenangan. Kami juga melewati bekas sekolah rakyat pertama di Depok yang menjadi saksi perkembangan pendidikan di kawasan ini. Perjalanan kami pun ditutup dengan kunjungan ke Gereja Immanuel Depok, gereja tertua di kawasan ini yang telah berdiri sejak tahun 1713, hanya beberapa tahun setelah kedatangan Cornelis Chastelein dan para pekerjanya di Depok Lama.
Perjalanan ini memberikan wawasan yang lebih dalam tentang sejarah Depok, menghidupkan kembali jejak masa lalu yang masih tersisa di tengah hiruk-pikuk perkembangan zaman. Setiap sudut jalan yang kami lalui menyimpan kisah yang menarik, mengingatkan kita akan warisan sejarah yang patut dijaga dan dilestarikan.
Abdullah Abubakar Batarfie
Galeri foto saat japas berada di Passerstraat
Posting Komentar untuk "Kantor Pos & Tiang Telephone di Passerstraat"
Posting Komentar