Mapay Sejarah di Tjiwaringin: Menyelami Jejak Masa Lalu yang Terkubur Waktu

 

Titik kumpul pertama dengan latar PGB 
eks Memento Mori

Pagi itu, Sabtu, 8 Februari 2025, kabut tipis masih menyelimuti Bogor saat para peserta Jalan Pagi Sejarah (JAPAS) berkumpul. Udara sejuk dan suasana pagi yang damai seolah mengiringi langkah mereka dalam perjalanan bertajuk Mapay Sejarah di Tjiwaringin, dipandu langsung oleh pendiri JAPAS, Johnny Pinot.

Perjalanan dimulai dari bekas area Memento Mori, kompleks pemakaman kuno bagi orang-orang Eropa, khususnya Belanda. Kini, keheningan masa lalu itu telah sirna, digantikan oleh kesibukan Pusat Grosir Bogor, Jalan Merdeka. Sejak pemakamannya dimusnahkan pada tahun 1965, tempat ini sempat beralih fungsi menjadi GOR Merdeka dan Gedung KONI, sebelum akhirnya berubah menjadi pusat perdagangan. Namun, jauh sebelum itu, di era kolonial, kawasan ini dikenal sebagai Tjikeumeuh Weg dan Kebon Jae, sebuah saksi bisu kejayaan Buitenzorg tempo dulu.

Memento Mori, yang berarti "Ingatlah bahwa engkau akan mati", menyimpan sejarah panjang sejak abad ke-19. Jika pemakaman ini masih bertahan, mungkin ia akan menjadi monumen berharga, sebagaimana Taman Prasasti di Jakarta—sebuah pengingat bahwa dahulu Buitenzorg pernah dihuni oleh banyak warga Eropa. Bayangkan jika nisan-nisan marmer dan patung-patung megah yang didatangkan langsung dari Belanda itu masih berdiri tegak, pasti tempat ini akan menjadi destinasi sejarah yang menarik bagi para pencinta masa lalu.

Di antara tokoh yang pernah dimakamkan di sini adalah De Vries, seorang pengusaha bengkel ternama di Buitenzorg. Namanya kini abadi dalam legenda kuliner Bogor—Pasar De Vries di Jalan Veteran. Kawasan ini telah bertransformasi menjadi pusat jajanan legendaris, tempat orang-orang menikmati kehangatan bubur dan doclang De Vries, sajian khas yang telah melewati berbagai generasi.

Namun, perjalanan sejarah JAPAS tidak berhenti di sini. Dalam langkah-langkah yang terus menapaki jejak masa lalu, para peserta diajak menyusuri titik-titik bersejarah lainnya yang tersembunyi di jantung Bogor:


  • Bekas "Kartini School" dan "Sekolah Satu Bakti" di Jalan Kartini, lembaga pendidikan yang menjadi saksi perjalanan intelektual perempuan pada masanya dan sekolah berbasis agama "Christlelyke School.

  • Gardu listrik tua dan toko roti legendaris Delecius di Pasar Mawar, yang sejak dulu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga Bogor.

  • Oli Jepret Mang Asep, warisan kuliner tempo doeloe yang masih bertahan di tengah gempuran modernisasi.

  • Café Bajawa, yang dahulu dikenal sebagai Bioskop Maxim, tempat berjuta kisah terukir, berganti nama dari masa ke masa, namun tetap menyimpan nostalgia yang tak pernah pudar.

  • Gedung Korem, yang telah berdiri sejak awal 1900-an dan mengalami berbagai perubahan fungsi—dari kantor kota praja hingga menjadi markas militer.

  • Rumah Harun Kabir di Jalan Ciwaringin No.1, tempat para pejuang berkumpul dan membentuk Lasjkar Tjiwaringin 33, yang menjadi bagian dari sejarah perjuangan kemerdekaan.

  • Eks "Percetakan Kita", sebuah bangunan yang menjadi saksi bisu rancangan arsitek legendaris Indonesia, F. Silaban.
  • Rumah Andi Hakim Nasution, kediaman mantan Rektor IPB yang dihormati karena jasanya dalam dunia akademik.

  • Griya antik milik Ibu Azizah Batarfie, yang dulunya adalah rumah kediaman Bapak Ahmad Sobana, mantan Walikota Bogor yang meninggalkan jejak penting dalam sejarah kota ini.

Setiap sudut kota menyimpan kisahnya sendiri. Setiap langkah dalam perjalanan JAPAS ini bukan hanya sekadar menyusuri jalan, tetapi juga menghidupkan kembali serpihan-serpihan sejarah yang hampir terlupakan. Semua destinasi bersejarah ini akan diulas lebih mendalam dalam tulisan-tulisan berikutnya, mengajak kita semua untuk tak sekadar berjalan, tetapi juga menyelami jejak masa lalu yang menjadikan Bogor seperti yang kita kenal hari ini.

Setelah perjalanan panjang menyusuri sejarah, para peserta pun menutup kegiatan dengan makan siang di Rumah Makan Sarimaya, salah satu resto di Jalan Merdeka No.150, Bogor yang menyajikan hidangan khas Sunda. Dengan suasana hangat dan alunan instrumental degung Sunda yang lembut, mereka menikmati seporsi nasi timbel lengkap dengan lauk-pauk tradisional seperti ayam goreng, tahu-tempe, dan lalapan segar. Suasana akrab semakin terasa, berbagi cerita tentang jejak sejarah yang baru saja mereka jelajahi, sambil mencicipi kenikmatan kuliner yang juga menjadi bagian dari warisan budaya Sunda.

Pin Japas, disign by Alex Oktap


Sejarah, seperti makanan yang dihidangkan di atas meja, tak sekadar untuk dinikmati, tetapi juga untuk dipahami, dihargai, dan diwariskan kepada generasi mendatang. JAPAS bukan sekadar perjalanan, melainkan jendela menuju masa lalu, tempat di mana kenangan lama menemukan kehidupan baru.

Bogor, 8 Febuari 2025

Abdullah Abubakar Batarfie

Posting Komentar untuk "Mapay Sejarah di Tjiwaringin: Menyelami Jejak Masa Lalu yang Terkubur Waktu"