Menelusuri Jejak Bioskop Tempo Doeloe Bersama JAPAS: Dari Bioscoop Rialto hingga Presiden Theatre
Sejak awal abad ke-20, bioskop telah menjadi sarana hiburan yang begitu digemari di Hindia Belanda. Pesona gambar bergerak—atau yang dulu disebut Gambar Idoep—menghipnotis masyarakat, membawa mereka larut dalam dunia imajinasi dan sejenak melupakan rutinitas sehari-hari. Seiring dengan meningkatnya popularitas film, bioskop pun menjamur di berbagai kota, termasuk di Buitenzorg (kini Bogor), yang saat itu dihuni banyak warga Eropa.
Menanggapi maraknya pendirian bioskop dan kebijakan sensor yang dianggap terlalu ketat oleh pemerintah kolonial, para pengusaha bioskop di Hindia Belanda akhirnya membentuk sebuah perkumpulan pada 13 September 1934. Perkumpulan ini bertujuan melindungi hak mereka, terutama dalam menghadapi aturan ketat tentang penyensoran dan ketentuan bagi pengunjung.
Di Bogor sendiri, bioskop-bioskop mulai bermunculan di berbagai sudut kota. Salah satunya adalah Bioscoop Central yang terletak di Bioscoop Weg—jalan yang setelah kemerdekaan berubah nama menjadi Jalan Mayor Oking Jayaatmaja. Bioskop ini sempat berganti nama menjadi Bioskop Taruma, tetapi bagi warga Bogor generasi 1980-an, kawasan ini tetap dikenal sebagai Gang Bioskop.
Selain itu, ada juga Bioscoop Park di Handelstraat, Capitol di Gang Aut, serta Bioscoop Citty di kawasan Pecinan dekat Jalan Pedati—yang kemudian berganti nama menjadi Bioskop Rangga Gading dan kini menjadi Kampus Kesatuan (Kesatuan Economics Institute).
Bioskop-bioskop ini tak hanya menayangkan film-film Hollywood, tetapi juga film dari Indonesia, Hindustan, dan Mandarin. Namun, di era kolonial, akses ke bioskop masih dibatasi oleh aturan diskriminatif. Bangku utama diperuntukkan bagi orang Eropa, sementara kaum bumiputra hanya bisa menikmati film dari kelas yang lebih rendah, yang sering disebut kelas kambing.
Dari Bioscoop Rialto ke Presiden Theatre
Salah satu bioskop bersejarah di Bogor adalah Bioscoop Rialto, yang berdiri megah di Tjikeumeuh Weg No. 54—sekarang dikenal sebagai Jalan Merdeka. Berdiri sejak sebelum tahun 1930, bioskop ini mengalami peristiwa tragis ketika kebakaran besar terjadi pada malam 8 Juli 1935. Setelah itu, kepemilikan berganti, dan namanya diubah menjadi Bioscoop Maxim, yang tetap beroperasi hingga 1960-an.
Pada era 1980-an, gedung ini beralih pengelolaan kepada seorang pengusaha asal India, Mr. Singh, yang menamainya Presiden Theatre. Nama ini bukan tanpa alasan—masyarakat Bogor telah lebih dulu menyebutnya sebagai Bioskop Presiden, merujuk pada momen bersejarah ketika Bung Karno berpidato di tempat ini pada tahun 1950-an, saat masih bernama Bioskop Maxim. Bahkan, film nasional pertama Indonesia, Darah dan Doa (Long March of Siliwangi), yang dirilis pada 1 September 1950, pernah ditayangkan di bioskop ini. Peristiwa ini kemudian menjadi dasar penetapan Hari Film Nasional, yang diperingati setiap 30 Maret.
Presiden Theatre pada masa kejayaannya dikenal sebagai bioskop favorit bagi pencinta film Bollywood. Film-film yang dibintangi Amitabh Bachchan, Hema Malini, Anil Kapoor, Sanjay Dutt, dan Sridevi kerap diputar di sini, menarik banyak penonton hingga tahun 1990-an.
JAPAS: Menyingkap Jejak Sejarah di Bogor
Pada 8 Februari 2024, komunitas Jalan Pagi Sejarah (JAPAS) mengadakan kegiatan bertajuk "Mapay Sejarah di Tiwaringin", dipandu oleh Om Pinot—sapaan akrab Johnny Pinot, pendiri JAPAS. Puluhan peserta diajak menelusuri jejak kejayaan bioskop masa lalu dengan memasuki bekas gedung Bioskop Maxim yang kini telah beralih fungsi menjadi Café Bajawa.
Meski telah berubah, sisa-sisa keemasan bangunan ini masih bisa disaksikan. Interiornya tetap mempertahankan beberapa elemen asli, seperti struktur dinding dan tampak depan, konfigurasi tempat duduk yang berjenjang dari atas ke bawah, serta ruang proyektor dan layar lebar. Aura bioskop tempo dulu masih begitu terasa, mengundang decak kagum para peserta JAPAS yang beruntung dapat menyaksikan jejak masa lalu ini dari dekat.
JAPAS telah berperan besar dalam memperkenalkan kembali sejarah kota Bogor, terutama warisan bangunan kolonial yang kini hampir terlupakan. Melalui kegiatan walking tour yang dikemas secara menarik dan penuh wawasan, JAPAS mengajak masyarakat untuk memahami dan mengapresiasi peninggalan sejarah, sehingga cerita-cerita lama tak sekadar menjadi catatan usang, tetapi tetap hidup dalam ingatan generasi masa kini.
Posting Komentar untuk "Menelusuri Jejak Bioskop Tempo Doeloe Bersama JAPAS: Dari Bioscoop Rialto hingga Presiden Theatre"
Posting Komentar