Mengenang Jejak Kolonial di Bogor: Dari Verlengde Feith Weg hingga Kartini School
Sejak masih bernama Buitenzorg di era kolonial Hindia Belanda, Bogor memiliki banyak jalan dan gang yang menggunakan nama dalam bahasa Belanda. Nama-nama ini umumnya merujuk pada instansi, tokoh, atau gedung-gedung penting—baik milik pemerintah maupun swasta—seperti pabrik, gereja, sekolah, hingga fasilitas publik lainnya. Beberapa di antaranya adalah Groot Postweg, Gesticht Weg, Bioscoop Weg, Stations Weg, Parkweg, Gasfabriek Weg, Laan Van Der Wijk, Wetselaars Weg, Parallel Weg, Mulo Straat, Binnen Weg, Hospitaal Weg, Schenck de Jong Weg, Gang De Leau, Gang Edward, Kerk Weg, Koepel Weg, Handelstraat, dan School Weg.
Namun, di antara nama-nama yang diambil dari unsur bangunan dan tokoh tersebut, ada satu nama yang unik dan memiliki makna puitis, yakni Verlengde Feith Weg. Secara harfiah, nama ini berarti "Jalan Kebenaran yang Panjang". Nama ini berbeda dari kebanyakan nama jalan lain yang biasanya bersifat deskriptif atau merujuk pada individu tertentu. Kini, jalan tersebut dikenal sebagai Jalan Kartini, yang berada di kawasan Jalan Merdeka. Pada masa lalu, wilayah ini dikenal sebagai Tjikeumeuh Weg dan pernah menjadi lokasi pemakaman Memento Mori, yang diperuntukkan bagi warga Belanda. Bisa jadi, nama Verlengde Feith memiliki keterkaitan dengan keberadaan makam tersebut, seolah menjadi pengingat akan perjalanan hidup manusia yang panjang hingga akhirnya menuju kematian. Nama "Memento Mori" sendiri bermakna bahwa setiap manusia harus senantiasa mengingat kematian.
Menyusuri Jejak Sejarah Bersama JAPAS
Dalam upaya mengenang dan menggali kembali sejarah kota Bogor, komunitas Jalan Pagi Sejarah (JAPAS) yang dipimpin oleh Johnny Pinot, pada Sabtu, 8 Februari 2025, mengadakan tur bertajuk "Mapay Sejarah di Tjiwaringin". Salah satu rute yang dijelajahi adalah Jalan Kartini, yang dahulu dikenal sebagai Verlengde Feith Weg. Seperti memasuki lorong waktu, para peserta JAPAS diajak menjelajahi kawasan yang menyimpan banyak kisah masa lampau, termasuk dua gedung sekolah tua yang masih berdiri megah: Kartini School dan Christelyke School.
Kartini School, yang kini menjadi SMAN 9 Bogor, pada masa kolonial merupakan sekolah khusus perempuan bangsawan pribumi. Sekolah ini didirikan oleh Kartini Fonds, sebuah yayasan yang dibentuk pada tahun 1912 di Den Haag, Belanda, oleh para sahabat R.A. Kartini, terutama pendirinya Ny. Van de Venter. Yayasan ini bertujuan memberikan pendidikan bagi perempuan bumiputra sebagai bagian dari perjuangan emansipasi wanita. Kartini Fonds mendirikan beberapa Kartini School, termasuk di Semarang (1912), Batavia (1914), Buitenzorg/Bogor (1914), Madiun (1914), Malang (1915), Pekalongan (1916), dan Cirebon (1914).
Dipandu oleh Kang Widdy Nuril Ahyar, seorang guru sejarah SMAN 9 Bogor sekaligus pegiat sejarah, para peserta JAPAS menjelajahi setiap sudut sekolah. Meski telah berusia lebih dari satu abad, bangunan ini masih menunjukkan kejayaannya. Sekolah ini memiliki dua lantai dengan lantai atas dan tangga yang masih terbuat dari kayu asli. Salah satu peninggalan menarik yang masih tersimpan adalah lonceng perunggu bertuliskan tahun 1825, yang berarti usianya sudah mencapai 200 tahun. Dahulu, lonceng ini tergantung di kubah kecil di atap sekolah, tetapi kini disimpan di lobi agar tetap terjaga keasliannya.
Penjelajahan masa lalu di SMAN 9 Bogor semakin hidup dengan adegan fragmen yang diperagakan oleh Om Johnny Pinot. Ia membawakan suasana belajar di kelas pada masa kolonial, seolah membawa peserta kembali ke era tersebut. Berbagai istilah khas sekolah zaman Belanda turut dihidupkan kembali, seperti "straap" hukuman berdiri bagi siswa yang melanggar aturan dan "bubar maen", yang menandakan waktu istirahat telah usai dan para murid harus kembali ke kelas.
Momen ini menjadi semakin emosional ketika salah satu peserta, yang ternyata merupakan alumni sekolah tersebut, tak kuasa menahan haru saat mengenang masa-masa belajarnya di gedung bersejarah itu. Kenangan lama pun bercampur dengan suasana eksplorasi sejarah, menciptakan pengalaman yang penuh warna dan mengesankan bagi semua peserta.
Di samping SMAN 9, terdapat gedung Christelyke School, yang setelah kemerdekaan berubah nama menjadi SMA Kristen 1 Bakti. Seperti bekas Kartini School, bangunan ini masih berdiri kokoh dengan arsitektur klasik bergaya kolonial yang memancarkan keindahan dan keteguhan sejarahnya.
Upaya Pelestarian Sejarah di Bogor
Kota Bogor menyimpan banyak bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang kota ini. Dari Kartini School hingga Christelyke School, bangunan-bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga menjadi bagian penting dari warisan sejarah yang memperkaya identitas kota.
Melalui kegiatan JAPAS, masyarakat diajak untuk lebih mengenal dan mengapresiasi sejarah yang ada di sekitar mereka. Tur-tur sejarah seperti ini menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, membantu generasi muda memahami betapa pentingnya menjaga jejak sejarah kota. Sementara itu, Pemerintah Kota Bogor juga terus berupaya melestarikan warisan budaya ini dengan mengakui dan merawat bangunan-bangunan bersejarah sebagai bagian dari Bangunan Cagar Budaya (BCB).
Dengan semakin banyaknya kesadaran akan pentingnya pelestarian sejarah, diharapkan bangunan-bangunan tua ini tidak hanya bertahan sebagai artefak masa lalu, tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi masa depan. Sejarah bukan hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dijaga dan dihargai.
Posting Komentar untuk "Mengenang Jejak Kolonial di Bogor: Dari Verlengde Feith Weg hingga Kartini School"
Posting Komentar