Masjid Agung Empang: Jejak Peradaban Islam dan Sejarah Bogor
Bogor, kota yang dahulu dikenal sebagai Buitenzorg di masa Hindia Belanda, telah lama menjadi pusat peradaban yang menyimpan jejak sejarah panjang. Nama Buitenzorg, yang berarti "tanpa kecemasan," mencerminkan kenyamanan dan keindahan kota ini sejak zaman kolonial. Salah satu saksi sejarah yang masih berdiri kokoh hingga kini adalah Masjid Agung Empang, sebuah masjid tua yang telah menjadi bagian dari perjalanan panjang kehidupan sosial, budaya, dan keagamaan di Bogor.
Awal Berdiri dan Perkembangan Masjid
Masjid ini oleh warga setempat sering disebut sebagai Masjid Alun Empang, karena letaknya yang berhadapan langsung dengan alun-alun bersejarah. Namun, seiring berjalannya waktu dan upaya legalisasi kepengurusan masjid melalui akta notaris pada era 1980-an, namanya kemudian diresmikan sebagai Masjid Agung At-Thohiriyah. Nama ini diambil dari Raden Haji Muhammad Tohir, seorang tokoh yang berperan penting dalam pendirian masjid dan menjabat sebagai Penghoelo Kampung Baroe.
Sejarah berdirinya masjid ini erat kaitannya dengan perpindahan pusat pemerintahan feodal Bogor dari Tanah Baru (Sukaraja) ke Sukahati—nama awal dari wilayah Empang sebelum lebih dikenal seperti sekarang. Perpindahan ini terjadi atas izin Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Jacob Mossel, yang menyetujui permohonan pemindahan pusat pemerintahan ke lahan sewa yang dikuasai Kompeni. Kawasan Empang sendiri dulunya merupakan bekas palagan Keraton Pajajaran, yang kosong melompong berbentuk rawa-rawa seperti genangan air, sehingga menyerupai sebuah "empang."
Sebagai pusat pemerintahan yang baru, Sukahati ditata sesuai dengan pola kota feodal di Jawa, yang mencakup alun-alun, pohon beringin sebagai pusat interaksi masyarakat, pendopo bupati, makam tokoh-tokoh penting, serta sebuah masjid agung yang menjadi pusat kegiatan keagamaan. Di sekitar masjid ini juga berkembang pemukiman para ulama dan agamawan, yang kini dikenal sebagai Kaum Empang.
Masjid Agung Empang awalnya berbentuk surau kecil berbahan dominasi kayu dan panggung, mengadopsi arsitektur khas Jawa yang di tanah Sunda, surau lazim disebut sebagai tajug. Meski pusat pemerintahan pertama di Empang telah berpindah sejak 1759, tajug di Empang baru berdiri pada 1815, sekitar 34 tahun sebelum wafatnya Raden Haji Muhammad Tohir pada 1849.
Masjid Agung Empang sebagai Masjid Negara
Sebagai masjid tertua di Bogor, Masjid Agung Empang memiliki status lebih dari sekadar tempat ibadah. Ia menjadi masjid negara atau masjid agung pertama di Bogor, yang berperan sebagai pusat kegiatan keagamaan kota selama lebih dari satu abad. Sebelum Masjid Raya Bogor dibangun di Jalan Pajajaran, Masjid Agung Empang menjadi tempat utama penyelenggaraan salat Jumat dan salat Idul Fitri, yang bahkan disiarkan langsung oleh RRI Bogor.
Masjid ini juga menjadi tujuan utama para pemimpin dunia Muslim yang berkunjung ke Istana Bogor. Beberapa tokoh besar yang pernah menunaikan salat di sini di antaranya Presiden Mesir, Gamal Abdul Nasser, yang datang bersama Presiden Soekarno. Syaikh Mahmoud Syaltut, Grand Imam Al-Azhar (1958-1963). Syaikh Abdul Basith Abdush Shamad, qari legendaris asal Mesir yang terkenal di seluruh dunia Islam. Dan sejumlah tokoh nasional lainnya, seperti Muhammad Natsir, mantan Perdana Menteri RI dan tokoh Masyumi. Wakil Presiden RI, Muhammad Hatta dan Adam Malik.
Peran dalam Perjuangan Kemerdekaan
Masjid Agung Empang tidak hanya menjadi pusat ibadah, tetapi juga menjadi saksi perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama saat revolusi fisik. Masjid ini menjadi markas bagi para pejuang, terutama dari pasukan Hizbullah, yang mengatur strategi perlawanan melawan penjajah.
Dalam masa revolusi, jenazah para pejuang yang gugur di berbagai tempat dikumpulkan di masjid ini untuk disalatkan sebelum akhirnya dipindahkan dan dikuburkan, seiring dengan diresmikannya Taman Makam Pahlawan Dreded. Hal ini menunjukkan betapa masjid ini tidak hanya memiliki nilai spiritual, tetapi juga menjadi simbol perjuangan rakyat Bogor dalam mempertahankan kemerdekaan.
Perkembangan dan Perluasan Masjid
Masjid Agung Empang mengalami berbagai perubahan, baik dalam hal fisik bangunannya maupun luasannya. Peristiwa besar yang memengaruhi bentuk masjid ini adalah kebakaran hebat pada 1920-an yang menghanguskan pemukiman di sekitarnya.
Pada masa itu, kawasan Empang sudah dikenal sebagai pemukiman utama komunitas Arab, yang berkembang sejak diterapkannya sistem Wijkenstelsel dan Passenstelsel oleh pemerintah kolonial. Pasca kebakaran, masjid diperluas dengan mengambil lahan bekas pemukiman yang terbakar. Para pemuka masyarakat Arab, seperti Syekh Salim bin Awab Balweel dan Syekh Ahmad bin Said Bajened, berinisiatif membangun kembali masjid dengan memperluasnya ke bagian belakang. Bagian depan masjid juga diperluas dengan mengambil sebagian dari lahan alun-alun Empang.
Pada dekade 1930-an hingga 1940-an, perluasan masjid kembali dilakukan setelah menerima wakaf dari beberapa tokoh terkemuka, seperti Sayyid Alwi bin Ismail Al-Idrus, keluarga Assegaf, dan Syekh Abubakar Abbad.
Sayangnya, renovasi terakhir pada tahun 2000-an menggantikan beberapa bagian asli masjid yang bersejarah. Atap dan rangka kayu lama, serta kubah lama diganti dengan yang baru, sehingga menghilangkan sebagian dari keasliannya. Namun, beberapa elemen penting masih tetap dipertahankan, seperti empat tiang utama yang telah berdiri sejak 1815, dinding utama yang merupakan peninggalan renovasi pasca kebakaran 1920-an, serta menara masjid yang masih asli dari masa tersebut.
Masjid Agung Empang dan Alun-Alun yang Terlupakan
Sebagai salah satu situs sejarah terpenting di Bogor, Masjid Agung Empang tidak bisa dipisahkan dari Alun-Alun Empang, yang dahulu menjadi pusat kota Bogor. Sayangnya, pesona alun-alun ini kini tidak lagi memancarkan marwahnya sebagai pusat sejarah, meskipun memiliki nilai historis sebagai alun-alun pertama di Kota Bogor.
Warisan Peradaban yang Harus Dijaga
Masjid Agung Empang adalah lebih dari sekadar tempat ibadah—ia adalah simbol peradaban Islam di Bogor, yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dari pusat pemerintahan feodal, perlawanan revolusi, hingga menjadi pusat komunitas Arab, masjid ini tetap berdiri tegak sebagai saksi bisu perjalanan panjang Kota Bogor.
Kini, tugas generasi selanjutnya adalah melestarikan dan menjaga warisan sejarah ini, agar tetap menjadi ikon kebanggaan masyarakat Bogor dan peninggalan berharga bagi Indonesia.
Posting Komentar untuk "Masjid Agung Empang: Jejak Peradaban Islam dan Sejarah Bogor"
Posting Komentar