Yaman dan Indonesia: Sejarah, Kesetaraan, dan Peran dalam Islam

 


Belakangan ini, nama Yaman kerap menjadi sasaran kritik dan bahkan "cemoohan" di berbagai platform media sosial, sering kali dengan nada sinis dan bahkan rasis. Seakan-akan Yaman hanya diingat sebagai negeri yang dikaitkan dengan klaim keturunan dan eksklusivitas sosial. Padahal, Yaman memiliki sejarah panjang dalam dunia Islam, memainkan peran penting dalam peradaban, dan bahkan memiliki hubungan erat dengan Indonesia, baik dalam sejarah keislaman maupun perjuangan kemerdekaan.

YAMAN DALAM ISLAM : NEGERI YANG DIBERKAHI

Secara historis, Yaman merupakan salah satu negeri yang memiliki keutamaan dalam pandangan Islam. Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda:

"Iman itu ada di Yaman, dan hikmah itu ada di Yaman." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini dan di hadis-hadis lainnya, menunjukkan bahwa Yaman bukan sekadar wilayah geografis, tetapi pusat keilmuan dan kearifan dalam Islam. Negeri ini menjadi rumah bagi banyak ulama besar dan tempat hijrah berbagai etnis dan kelompok dari luar, termasuk para pendatang dari Basrah dan Kufah (Irak) seperti Ahmad bin Isa Al-Muhajir. 

Kedatangan Ahmad bin Isa datang ke Yaman baru diketahui pada abad ke-10 dan menjadi cikal bakal kaum Baalawi, kelompok yang dikenal sebagai ulama dan pemimpin spiritual di Hadramaut. Keturunan mereka mengklaim nasabnya bersambung ke Rasulullah ﷺ melalui Sayyidah Fatimah, yang kemudian dikenal dengan gelar Sayyid atau Syarif untuk laki-laki, dan Syarifah untuk perempuan.

Kaum Baalawi mendapat pengakuan dari suku-suku di Yaman, konon setelah utusan mereka bersumpah di depan Ka’bah, dan sejak itu memainkan peran sebagai penasihat spiritual dan pemimpin keagamaan. Mereka juga melakukan asimilasi dengan kalangan masyaikh, termasuk melalui pernikahan, yang semakin memperluas pengaruhnya. 

Keturunan mereka kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk ke Nusantara, dan memainkan peran penting dalam penyebaran Islam.

DARI YAMAN KE NUSANTARA

Pengaruh Baalawi di Yaman sangat kuat, tetapi ketika mereka bermigrasi ke berbagai wilayah, terutama ke Nusantara, interaksi dengan komunitas Arab non-Baalawi pada awal abad ke-20, menciptakan dinamika baru. Di Indonesia, muncul perbedaan pandangan antara kelompok yang masih memegang kuat hierarki sosial berdasarkan keturunan dengan mereka yang mengusung kesetaraan dalam Islam.

Puncaknya terjadi dengan lahirnya Al-Irsyad Al-Islamiyyah pada 6 September 1914 di Batavia. Gerakan ini, yang dipelopori oleh Syaikh Ahmad Surkati, ulama lulusan Mekkah asal Sudan, menyerukan bahwa Islam menilai seseorang dari ilmu dan amalnya, bukan dari garis keturunan. Pandangan ini menantang struktur sosial yang selama ini dianggap tidak dapat diganggu gugat.

Semangat kesetaraan yang dibawa Al-Irsyad Al-Islamiyyah tidak hanya menggugah komunitas Arab, tetapi juga menginspirasi pribumi untuk meninggalkan sistem feodal yang membelenggu. Ini sejalan dengan gagasan yang muncul dalam kelompok-kelompok pergerakan Islam yang sedikit banyak terinspirasi oleh gagasan Surkati, seperti Muhammadiyah dan Persatuan Islam. Demikian pula sikap revolusioner seseorang yang terilhami dengan gagasan kesetaraan seperti yang terlukis dalam novel Student Hijo yang ditulis oleh Marco Kartodikromo. Demikian pula dengan lahirnya Jong Islamieten Bond yang menjadi wadah bagi pemuda Muslim dalam membangun kesadaran nasional dan Islam progresif.

Selain itu, menarik untuk dicatat bahwa dalam komunitas Arab di Nusantara, terdapat penghormatan khusus kepada pribumi yang dinikahi oleh para pendatang Yaman. Mereka diberikan gelar "Ahwal", yang berarti saudara dari pihak ibu. Ini mencerminkan hubungan yang tidak hanya sebatas pernikahan, tetapi juga pengakuan terhadap keterikatan keluarga dan penghormatan terhadap keturunan mereka.

Orang-orang Yaman yang datang ke Nusantara umumnya tidak membawa istri-istri mereka, melainkan menikahi wanita pribumi dan menetap secara permanen. Ini menunjukkan bahwa mereka berhijrah bukan untuk kembali ke tanah asalnya, tetapi untuk menjadikan Nusantara sebagai tanah air mereka yang baru. Dalam tradisi mereka, jika seseorang berhijrah, maka tempat ia menetap adalah tanah airnya yang sejati.

"Ada darah pribumi yang  mengalir deras ditubuh orang-orang yaman, sebagaimana pepatah yang menjiwai dirinya dengan ungkapan "dimana bumi dipijak langit dijunjung, disanalah tanah airnya".

YAMAN DAN KEMERDEKAAN INDONESIA

Di tengah opini yang cenderung merendahkan Yaman, banyak yang lupa bahwa negara ini adalah salah satu yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia, bersama Mesir, Suriah, Lebanon, dan Arab Saudi. Pengakuan ini sangat penting dalam diplomasi internasional Indonesia yang masih baru merdeka.

MEMAHAMI YAMAN SECARA ADIL

Yaman bukan sekadar negeri yang dikaitkan dengan klaim sosial golongan tertentu, melainkan negeri yang kaya akan sejarah, ilmu, dan kearifan. Pengaruh kaum Baalawi memang besar, tetapi Yaman juga melahirkan banyak ulama dari berbagai latar belakang yang berkontribusi dalam dunia Islam.

Lebih dari itu, Islam mengajarkan bahwa kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh garis keturunan, tetapi oleh ketakwaan, ilmu, adab dan amalnya. Sejarah telah menunjukkan bahwa nilai kesetaraan dalam Islam menjadi pendorong bagi banyak gerakan pembaruan, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu, daripada terus terjebak dalam narasi sinis dan prasangka, kita seharusnya belajar dari sejarah bahwa Islam adalah agama keadilan dan persaudaraan, dan Yaman adalah bagian penting dari kisah itu.

Bogor, 21 Ramdhan 1446/21 Maret 2025
Abdullah Abubakar Batarfie

Posting Komentar untuk "Yaman dan Indonesia: Sejarah, Kesetaraan, dan Peran dalam Islam"