Menapaki Jejak Tarumanegara Bersama JAPAS: Sebuah Perjalanan ke Situs Candi Batujaya

Sabtu pagi, 12 April 2025, menjadi momen yang tak terlupakan bagi para pencinta sejarah. Bersama komunitas Jalan Pagi Sejarah (JAPAS) yang digagas oleh Johnny Pinot, kami menyusuri jejak masa silam, menjelajahi peradaban kuno yang pernah berjaya di Tanah Pasundan. Di bawah langit cerah dan mentari yang hangat, langkah kaki kami menapaki pematang sawah, menuju situs bersejarah yang menjadi saksi bisu kejayaan Kerajaan Tarumanegara: Kompleks Percandian Batujaya.

JAPAS bukan sekadar komunitas biasa. Didirikan oleh Johnny Pinot, seorang kreator konten "tempo dulu" yang penuh semangat, JAPAS hadir sebagai ruang bagi masyarakat untuk menyatu dengan narasi masa lalu. Lewat kegiatan jalan pagi ini, sejarah tak lagi terasa kaku, melainkan hidup, berdenyut dalam cerita, langkah, dan percakapan.

Kang Johnny Pinot
creator of historical, traditional, cultural and 
legendary culinary content

Candi Batujaya, Harmoni Budaya dan Toleransi

Terletak di Kecamatan Batujaya dan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, situs ini merupakan kompleks percandian Buddha tertua yang ditemukan di Nusantara. Meski berada dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara yang bercorak Hindu, kehadiran candi-candi Buddha ini menjadi bukti nyata adanya toleransi dan keharmonisan antaragama di masa lampau.

Dari pemandu lapangan yang merupakan arkeolog non-akademis, orang-orang yang sehari-harinya bersentuhan langsung dengan tanah dan peninggalan sejarah, kami mendapati banyak cerita dan temuan menarik. Bukan hanya dari dalam negeri, para ahli mancanegara pun telah lama meneliti dan mengakui nilai penting situs ini.

Sebagian besar candi di Batujaya belum sepenuhnya muncul ke permukaan. Mereka masih tersembunyi dalam gundukan tanah yang disebut unur dalam bahasa Sunda dan Jawa. Berbeda dengan candi di Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit, bangunan di Batujaya justru terbuat dari batu bata, menunjukkan kekhasan lokal yang unik.


Candi Jiwa: Mekarnya Teratai di Tengah Sawah

Salah satu titik paling memukau adalah Candi Jiwa. Struktur bagian atasnya membentuk bunga padma atau teratai yang mekar, seolah mengapung di atas air. Di tengahnya terdapat struktur melingkar yang diduga sebagai bekas stupa atau lapik patung Buddha. Tak ditemukan tangga di sini—sebuah isyarat bahwa candi ini memang dibangun sebagai tempat ritual meditasi yang hening dan sakral.

Ritual pradaksina, yakni mengelilingi candi sebanyak tiga kali searah jarum jam dengan tangan anjali dan langkah penuh kesadaran, masih bisa dibayangkan terasa di tempat ini. Kini, Candi Jiwa telah dipugar, dan keindahannya banyak diabadikan dalam artikel dan jurnal, serta foto-foto yang tersebar luas, dibplatform media sosial. 

Candi Blandongan: Jejak Dharmaraja Purnawarman

Sekitar 100 meter dari Candi Jiwa, berdiri Candi Blandongan, lebih luas, dan memiliki empat tangga di tiap sisi. Bentuknya menunjukkan fungsi berbeda dari Candi Jiwa. Banyak arkeolog menduga candi ini adalah tempat pendharmaan Raja Purnawarman, penguasa Tarumanegara yang membawa kemakmuran besar bagi rakyatnya.

Menariknya, meski Purnawarman dikenal sebagai pemeluk Hindu Waisnawa, ia juga dihormati oleh umat Buddha. Hal ini memperkuat narasi bahwa masa itu adalah zaman penuh toleransi dan kebijaksanaan lintas keyakinan.

Ekskavasi di Candi Blandongan menemukan berbagai artefak penting, termasuk amulet-amulet dengan ukiran enam sosok, dari Buddha dalam posisi meditasi hingga Dewa Sakra dan Brahma Sahampati. Juga ditemukan lempengan emas 16 karat bertuliskan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta, sebuah warisan peradaban yang kini disimpan di museum-museum, sebagian di Bandung.

Menjaga Jejak, Merawat Ingatan

Tak terasa, waktu berlalu bersama peluh dan canda para peserta. Terik matahari tak menyurutkan semangat kami untuk terus belajar, bertanya, dan merekam kisah. JAPAS bukan sekadar berjalan kaki, tapi perjalanan menuju penghayatan sejarah, menyelami makna dari setiap artefak dan reruntuhan.

Terima kasih kepada Johnny Pinot, yang lewat JAPAS telah membuka ruang dialog antara masa lalu dan masa kini. Bersama JAPAS, sejarah bukan hanya milik buku pelajaran, tapi menjadi pengalaman nyata yang bisa kita rasakan, hayati, dan wariskan.

Di ujung hari, kami seperti dibawa masuk ke lorong waktu, hidup sejenak bersama raja-raja Tarumanegara, berdiri di antara candi-candi kuno, dan menyaksikan sungai Citarum yang mengalirkan kisah-kisah tentang peradaban gemilang di tanah Jawa Barat.

Bogor, 14 April 2025

Abdullah Abubakar Batarfie

Galeri foto










Posting Komentar untuk "Menapaki Jejak Tarumanegara Bersama JAPAS: Sebuah Perjalanan ke Situs Candi Batujaya"